
LUDUS – Oklahoma City Thunder membungkam segala keraguan dan ekspektasi publik NBA. Tanpa satu pun pemain yang sebelumnya disebut sebagai megabintang, Thunder menunjukkan bahwa kerja keras, kolektivitas, dan visi jangka panjang bisa menghadirkan gelar juara.
Musim 2024-2025 menjadi saksi kejayaan mereka, setelah menundukkan Indiana Pacers dalam gim ketujuh Final NBA, 103-91, Senin (23/6/2025) pagi WIB di Paycom Center, Oklahoma City. Oklahoma City Thunder berhasil menjadi juara NBA untuk pertama kalinya.
Kemenangan ini sekaligus mengakhiri penantian panjang sejak franchise ini pindah dari Seattle ke Oklahoma pada 2008. Lebih dari itu, Thunder juga menorehkan sejarah sebagai salah satu tim termuda yang pernah menjadi juara NBA, dengan rata-rata usia hanya 25,6 tahun.
Baca juga: Hadapi Playoffs IBL 2025, Satria Muda Datangkan Pelatih Spanyol
Bahkan mereka sukses menyingkirkan anggapan bahwa pengalaman adalah faktor utama untuk menjuarai NBA.
"Rasanya tidak nyata. Begitu banyak jam, momen, emosi, dan malam yang tidak dapat dipercaya. Kami bekerja sangat keras untuk ini. Kami pantas mendapatkannya,” kata ucap Shai Gilgeous-Alexander, yang menyabet gelar Most Valuable Player (MVP) Final.

Para pemain Oklahoma City Thunder sedang mengangkat trofi Larry O'Brien tanda juara NBA. Foto/Dok/NBA
Kepemimpinan Shai menjadi simbol keberhasilan Thunder. Di usianya yang baru 26 tahun, ia bukan hanya mencetak poin demi poin penting, tetapi juga menunjukkan kematangan emosional dalam memimpin rekan-rekannya yang sebagian besar belum pernah tampil di playoff.
Dia menutup playoff dengan rata-rata 30 poin, 6,3 assist, dan 5,4 rebound per giame, angka yang mencerminkan dominasinya sepanjang perjalanan menuju juara.
Tanpa Nama Besar

Pemain Oklahoma City Thunder, Alex Carruso sedang beraksi saat melawan Indiana Pacers. Foto/Dok/NBA
Pelatih Mark Daigneault patut diacungi jempol atas keberaniannya membangun tim tanpa bertumpu pada satu figur megabintang. Thunder memang memiliki Shai, Chet Holmgren, dan Jalen Williams sebagai trio utama. Namun, mereka bukan sosok dengan citra "wajah NBA" seperti LeBron James, Steph Curry, atau Giannis Antetokounmpo.
Sebaliknya, Thunder mengandalkan sistem permainan yang solid. Chet, dengan usia 23 tahun dan pengalaman musim penuh pertamanya, menjelma menjadi menara pertahanan yang efektif.
Baca juga: Decathlon dan Palmolive Gelar 3 x 3 Mini Tournament, Ajang Kumpul Komunitas Basket Alam Sutera
Dia mencatat lima blok dalam gim ketujuh, sementara Jalen Williams menyumbang 20 poin dengan efisiensi tinggi. Ditambah Luguentz Dort dan Alex Caruso yang tampil militan di lini pertahanan, Thunder menjelma jadi tim paling seimbang di liga.
Manajer Umum Sam Presti menyebut kunci sukses Thunder bukan pada usia, melainkan karakter. “Usia hanya angka. Pengorbanan dan kedewasaan adalah hal utama. Mereka memiliki karakter itu untuk jadi juara,” ujar Presti tegas.
Kemenangan di Tengah Derita Lawan
Gim ketujuh seolah jadi arena dominasi Thunder, meskipun awalnya berjalan tak mudah. Indiana Pacers datang dengan semangat tinggi, apalagi setelah guard andalan mereka, Tyrese Haliburton, mengalami cedera achilles di kuarter pertama.
Insiden itu sempat menyulut Pacers, yang bahkan memimpin tipis 48-47 di paruh pertama. Namun, pelatih Daigneault kembali menunjukkan kelasnya. Dia menyuntikkan motivasi di ruang ganti dan meminta para pemainnya fokus pada 24 menit terakhir musim.
Hasilnya luar biasa. Thunder membuka kuarter ketiga dengan ledakan poin dan membalikkan keadaan menjadi 65-56 hanya dalam waktu lima menit. Pacers panik. Pelatih Rick Carlisle harus mengambil dua timeout demi menghentikan momentum tuan rumah.
Sayangnya, pertahanan rapat Thunder menjadi tembok yang tak bisa ditembus. Pacers tertahan di angka 68 selama lebih dari lima menit, sementara Thunder terus menambah poin hingga unggul 22 angka.
Performa defensif Dort dan Caruso, masing-masing dengan tiga steal, menjadi kunci dalam mengunci serangan lawan. Mereka juga mendominasi offensive rebound dan memaksa Pacers melakukan banyak turnover.
Talenta Lebih Berarti dari Nama Besar

Wonderkid Oklahoma City Thunder, Shai Gilgeous-Alexander, dalam suatu pertandingan NBA. Foto/Dok/NBA
Perjalanan Thunder musim ini seolah menegaskan bahwa NBA tak lagi tentang siapa yang punya pemain bintang terbesar, melainkan siapa yang punya sistem terbaik. Di tengah era di mana tim-tim berlomba mengumpulkan “superteam”, Thunder membangun dari bawah.
uktinya? Thunder mengalahkan Memphis Grizzlies 4-0, kemudian menyingkirkan Minnesota Timberwolves 4-1, menumbangkan juara bertahan Denver Nuggets 4-3, dan akhirnya menundukkan Pacers dalam tujuh gim penuh drama. Perjalanan ini bukan sekadar kemenangan teknis, tetapi kemenangan filosofi membangun tim.
Pencapaian Shai makin menyempurnakan musim ini. Dia menjadi pemain keempat sepanjang sejarah NBA yang dalam satu musim merebut gelar MVP musim reguler, MVP Final, dan top scorer. Sebelumnya hanya Kareem Abdul-Jabbar, Michael Jordan, dan Shaquille O’Neal yang berhasil melakukan hal serupa.
Musim ini, Thunder telah membuktikan bahwa mereka bukan sekadar tim kejutan, melainkan juara sejati yang lahir dari fondasi yang kuat. Dan yang paling menarik, semua ini dilakukan tanpa satu pun pemain yang sebelumnya dianggap superstar. (*)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!