
LUDUS - Di Taipei, sebuah kejutan lahir dari ring. Bukan sekadar kemenangan, tapi dentuman keras yang menggetarkan gelanggang ketika Maikhel Robet Muskita menjatuhkan lawannya dengan KO di ronde pertama. Dentuman itu bergema jauh melampaui Chinese Taipei, hingga ke Tanah Air, menjadi kado ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80.

Foto/Perbati
Timnas Tinju Indonesia, yang baru pertama kali tampil di ajang internasional di bawah bendera Pengurus Besar Tinju Indonesia (Perbati) pimpinan Ray Zulham Faras Nugraha, pulang membawa cerita manis. Dari Taipei City Cup International Boxing Tournament 2025, yang berlangsung pada 19–21 Agustus, kontingen Merah Putih membungkus enam medali: tiga emas, dua perak, dan satu perunggu.
Medali emas pertama lahir dari tangan dingin Nabila Maharni. Dalam final kelas bulu putri, Kamis (21/8/2025), Nabila yang sebelumnya sudah mengoleksi emas di Seleksi Tinju Piala Menpora 2025, menaklukkan petinju tuan rumah, Lin Shu Ting, dengan skor telak 5-0.

Foto/Perbati
Tak lama berselang, Asri Udin menambah cahaya emas di kelas 60 kg putra. Petinju yang pernah berdiri di podium tertinggi PON Aceh-Sumatera Utara 2024 dan Seleksi Nasional Tinju Piala Menpora 2025 ini memaksa lawannya dari Korea Selatan, Lee Do Yoon, menyerah dengan skor serupa, 5-0.

Foto/Perbati
Dan puncaknya, ring seakan meledak saat Maikhel Robet Muskita, turun di kelas berat ringan, membuat kejutan. Ia merobohkan petinju tuan rumah, Huang Tai Wei, lewat KO ronde pertama. Dalam olahraga sekeras tinju, kemenangan semacam itu adalah bahasa paling universal dari dominasi.
Namun tidak semua cerita berakhir dengan manis. Israellah A. B. Saweho, sang juara PON Aceh-Sumut 2024 dan Seleknas Piala Menpora 2025, harus merelakan emas setelah kalah tipis lewat split decision dari Chiu Cing Yu di kelas minimum putri.

Foto/Perbati
Di kelas bantam, Aldoms Suguro, yang juga datang dengan predikat peraih emas PON dan Seleknas Piala Menpora 2025, dipaksa mengakui keunggulan Tang En Chun. Dua medali perak pun menambah koleksi Indonesia, meski dengan rasa getir. Sementara itu, Uswatun menyumbang satu-satunya medali perunggu untuk Tanah Air.

Foto/Perbati
Di balik angka-angka medali itu, ada cerita lebih besar: tentang sebuah organisasi baru bernama Perbati. Lahir dengan tekad membangun tinju amatir nasional, Perbati kini tercatat resmi sebagai anggota Komite Olimpiade Indonesia (NOC) dan World Boxing (WB), organisasi yang telah diakui Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Keanggotaan itu bukan sekadar status administratif. Ia adalah tiket emas: memastikan petinju Indonesia bisa berlaga di multi-event resmi seperti SEA Games, Asian Games, hingga kualifikasi Olimpiade Los Angeles 2028.

Dan di Taipei, lewat tiga emas, dua perak, dan satu perunggu, Indonesia telah memberi isyarat awal, bahwa babak baru tinju nasional tengah dimulai. (**)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!