US Open 2025: Raducanu Gagalkan Sejarah Janice Tjen, Pengamat Gita Suwondo Ungkap Fakta Kekalahan
Ludus01

LUDUS - Mimpi itu hampir menjadi nyata. Janice Tjen, petenis muda Indonesia yang tengah menapaki panggung Grand Slam pertamanya, berhadapan dengan juara US Open 2021, Emma Raducanu. Harapan publik terbangun: sejarah baru seolah di depan mata, jejak Yayuk Basuki di era 1990-an siap mendapatkan pewaris. Namun, di bawah sorot lampu Louis Armstrong Stadium, sejarah itu tertunda. Raducanu menggagalkan langkah Janice, menghentikannya di babak kedua US Open 2025.

Foto/wtatennis.com
Dua hari sebelumnya, dunia tenis dibuat bergetar ketika ia menumbangkan unggulan ke-24, Veronika Kudermetova, 6-4, 4-6, 6-4. Kemenangan itu bukan sekadar kejutan, tetapi juga sejarah: untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, Indonesia kembali mencatat kemenangan di nomor tunggal Grand Slam.
Namun sejarah tak selalu berakhir manis. Di babak kedua, Janice harus menghadapi lawan jauh lebih berat, petenis Inggris yang pernah jatuh karena cedera panjang, lalu bangkit menemukan performa terbaiknya lagi.
Sejak servis pertama, Raducanu tampil begitu klinis. Ia langsung merebut tiga gim awal untuk unggul 3-0. Janice sempat membuka peluang lewat tiga break point di gim ketiga, tetapi gagal dikonversi. Set pertama pun berakhir 6-2 hanya dalam 31 menit.

Di set kedua, tekanan semakin berat. Raducanu melesat hingga 5-0, sebelum Janice berhasil mencuri satu gim. Tetapi tak butuh waktu lama bagi Raducanu menutup pertandingan 6-1. Hanya satu jam. BBC mencatat, ini menjadi kemenangan Grand Slam tercepat sepanjang kariernya.
Statistik memperlihatkan jurang di antara keduanya: Raducanu melepaskan delapan ace, sebuah pencapaian tak biasa baginya, dan mengamankan 76 persen poin dari servis pertama. Janice lebih sering dipaksa bertahan, membuat unforced error, dan tak bisa mengeluarkan senjata pamungkasnya: forehand keras.

Foto/Istimewa
Pengamat olahraga Gita Suwondo menilai, skor telak itu tak mencerminkan selisih kualitas murni. Ada faktor pengalaman dan strategi yang membuat Janice kewalahan.
“Secara ranking emang jauh kan. 36 lawan 149,” ujar Gita. “Mungkin dengan Janice sekarang, kalau lawannya Emma dengan sekitar setahun yang lalu, waktu penampilannya menurun, peluangnya tinggi. Tapi Emma kan membaik, sejak French Open, sejak Wimbledon, dan di US Open ini dia makin membaik. Jadi ya susah juga.”
Menurut Gita, kunci kemenangan Raducanu ada pada penempatan bola. Ia menyebut kekalahan Janice bukan karena soal teknik murni. “Kekuatan Janice itu kan di forehand,” ujarnya. Namun sepanjang laga, Raducanu justru berkali-kali mengarahkan bola ke area backhand Janice. “Jadi ya nggak jalan,” kata Gita menambahkan.

Foto/Suharyadi
Menurutnya, secara pukulan Janice bahkan tidak kalah. “Kalau skill sih nggak ya. Groundstroke juga sama-sama bagus. Malah Janice lebih kuat pukulannya dibanding Emma,” ucapnya. Tetapi pengalaman berbicara. Raducanu, yang pernah menjadi juara Grand Slam, tahu bagaimana mengatur ritme lawan.
“Penempatan bolanya Emma itu yang bikin Janice mau nggak mau unforced error berkali-kali,” jelas Gita. Ia juga menyoroti statistik servis. “Emma yang biasanya nggak bagus ace-nya, tadi kok bisa delapan kali ace.”
Di mata Gita, pertandingan ini lebih seperti duel strategi ketimbang sekadar adu tenaga. Raducanu tahu titik lemah Janice dan memanfaatkannya habis-habisan. “Dengan menempatkan bolanya di backhand Janice, jadi ya nggak ngelawan,” ujarnya.

Foto/Instagram/Janice Tjen
Meski terhenti di babak kedua, perjalanan Janice di New York tak bisa dipandang remeh. Dari jalur kualifikasi, ia menembus babak utama, lalu menumbangkan unggulan. Itu sudah cukup untuk menyalakan kembali harapan tenis Indonesia, sesuatu yang terakhir kali terdengar ketika Angelique Widjaja berjaya di Wimbledon 2003.
Malam ini, Janice mungkin kalah dalam angka: 2-6, 1-6. Tetapi di balik kekalahan, ada kemenangan lain: perhatian dunia tenis kini mengarah padanya, dan jejak sejarah telah ia torehkan. Seperti kata Gita, “Kalau skill sih Janice nggak kalah. Tinggal jam terbang dan kematangan strategi. Itu yang membedakan.”
Meski langkahnya terhenti, Janice Tjen tidak pulang dengan tangan hampa. Dengan pencapaiannya di babak kedua US Open 2025, ia resmi mengantongi hadiah uang sebesar USD 123.000 atau sekitar Rp 2 miliar. Jumlah ini menjadi torehan penting, bukan sekadar angka finansial, melainkan pengakuan konkret atas posisinya di pentas tenis dunia.
Dan di bawah sorot lampu Louis Armstrong, Janice Tjen membuktikan bahwa perjalanan ini baru permulaan.
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!