Empat Mahkota Juara dari Medan: Indonesia Menjadi Raja di Indonesia Masters 2025

Ludus01

LUDUS - Di GOR PBSI Sumatera Utara, denting pukulan kok berpadu dengan riuh penonton yang memenuhi arena. Sejak 21 hingga 26 Oktober 2025, Medan menjadi tuan rumah Wondr by BNI Indonesia Masters 2025, ajang yang mempertemukan para pemain terbaik dari berbagai negara. Dari lima gelar yang diperebutkan, empat berhasil diraih wakil Indonesia. Hasil itu menegaskan kembali dominasi dan kedalaman kekuatan bulutangkis Merah Putih di kandang sendiri.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Kemenangan itu dimulai dari tangan dingin seorang anak muda bernama Muhammad Zaki Ubaidillah. Di sektor tunggal putra, Zaki tampil tanpa ragu, seolah ia tahu hari itu ditakdirkan untuknya. Di final, ia membungkam wakil Tiongkok Dong Tian Yao dengan skor tegas 21-11 dan 21-9. Tak ada ruang bagi lawan untuk bernapas, tak ada celah bagi keraguan untuk masuk. Di tribun, bendera merah putih berkibar, dan nama Zaki diteriakkan penuh keyakinan, nama yang mungkin dulu asing, tapi kini mulai disematkan pada harapan baru bulutangkis Indonesia.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Pertarungan berikutnya datang dari sektor ganda campuran, di mana Marwan Faza/Aisyah Salsabila Putri Pranata menolak menyerah meski sempat tertinggal. Lawan mereka, pasangan Malaysia Jimmy Wong/Lai Pei Jing, menguji ketahanan mental dan fisik dalam laga tiga game yang mendebarkan. Namun setelah kalah 16-21 di game pertama, Faza dan Aisyah bangkit, membalas 21-19, dan menutup kemenangan 21-3 di game penentuan. Di setiap pukulan terakhir, ada getar kecil yang menunjukkan sesuatu sedang tumbuh di balik semangat itu: generasi baru yang siap menatap dunia.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Sementara itu, Raymond Indra/Nikolaus Joaquin menulis cerita heroik mereka sendiri di ganda putra. Melawan pasangan tangguh Choi Sol Gyu/Goh V Shem dari Korea Selatan, mereka harus melewati permainan yang menegangkan: 21-18, 13-21, dan akhirnya 24-22 di game ketiga. Angka terakhir itu, 24-22, terasa seperti degup jantung publik yang menonton. Begitu kok jatuh di sisi lawan, mereka bersorak, bukan hanya karena kemenangan, tapi karena keberanian dua anak muda yang melawan pengalaman dan nama besar.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Di sektor ganda putri, terjadi duel sesama darah sendiri. Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, pasangan yang sudah mapan di level dunia, bertemu junior mereka Isyana Syahira Meida/Rinjani Kwinara Nastine dalam final yang penuh emosi. Apri dan Fadia menang straight game 21-11, 21-17, tapi dalam sorot mata mereka, tampak kebanggaan yang lain, karena yang mereka kalahkan adalah penerus yang tumbuh dari semangat yang sama.

Satu-satunya gelar yang luput datang dari tunggal putri. Di sektor ini, wakil Jepang Nozomi Okuhara naik podium tertinggi setelah mengalahkan Devika Sihag dari India 21-11, 21-9. Sementara Mutiara Ayu Puspitasari, harapan baru Indonesia, harus berhenti di semifinal setelah bertarung tiga game melawan Devika. Meski gagal melangkah ke final, performanya menjadi catatan manis bahwa langkahnya masih panjang.

Taufik Hidayat, Wakil Ketua Umum I PP PBSI, berdiri memberi tepuk tangan panjang. Ia tahu betapa mahal harga dari kemenangan seperti ini. “Kemenangan ini adalah hasil dari kerja keras, disiplin, dan semangat juang para atlet serta dukungan penuh pelatih dan masyarakat Indonesia,” ujarnya. Baginya, ajang level 100 ini bukan sekadar medali, ini adalah percikan dari kobaran yang lebih besar. “Saya berharap prestasi ini bisa menjadi motivasi dan menambah kepercayaan diri para atlet untuk terus berprestasi di level yang lebih tinggi.”
Foto/PBSI

Foto/PBSI

Taufik menatap para pemain muda itu dengan mata seorang yang pernah berdiri di podium yang sama. Ia tahu, bulutangkis bukan olahraga instan. “Hasil dari proses sembilan bulan pembinaan mulai terlihat,” katanya. Nama-nama seperti Zaki, Raymond, Nikolaus, Marwan, Aisyah, Isyana, dan Rinjani kini menjadi gema baru dalam sejarah panjang bulutangkis Indonesia, anak-anak yang mulai memahat masa depan.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Dari sisi pembinaan, Eng Hian, Kepala Bidang Binpres PP PBSI, menegaskan bahwa hasil di Medan ini sesuai dengan arah yang dirancang. Namun ada catatan penting: sektor ganda putra pantas mendapat sorotan karena berhasil merebut gelar pertama mereka di level 100. “Gelar ini menjadi bukti bahwa pembinaan di jalur pratama mulai membuahkan hasil,” katanya. Ia juga memuji Mutiara di tunggal putri, yang dianggap sudah menunjukkan performa baik dan perlu terus diasah agar bisa bersaing di level elit dunia.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Bagi Eng Hian, kemenangan ini bukan hanya tentang angka, tapi tentang arah. “Keberhasilan ini menunjukkan pembinaan kita berada di jalur yang tepat. Tapi tantangan ke depan akan semakin berat,” ujarnya, menambahkan bahwa evaluasi tetap perlu dilakukan agar tidak kehilangan fokus.

Ia menutup dengan sebuah pandangan yang menggugah, “Pencapaian ini bagian dari proses akselerasi regenerasi. Kecuali Apri/Fadia yang diturunkan untuk gelar dan poin ranking, lainnya adalah calon masa depan kita. Turnamen ini bukan hanya kompetisi, tapi panggung pembuktian. Saya berharap Ubed, Faza/Aisyah, Raymond/Joaquin, Rinjani/Hira, terus naik kelas, dari level bawah hingga level dunia.”
Foto/PBSI

Foto/PBSI

Empat gelar dari lima. Empat cerita dari satu negeri yang selalu percaya bahwa bulu tangkis adalah bagian dari jiwa bangsa. Mungkin kemenangan ini hanyalah awal, tapi dari sinilah sejarah kecil itu mulai ditulis lagi, dengan tinta keringat dan keyakinan bahwa Merah Putih masih punya sayap yang lebar untuk terbang lebih tinggi.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!