Janice Tjen Raih Runner-up di Sao Paulo Open 2025, Sejarah Baru Tenis Indonesia

Ludus01

LUDUS - Sore waktu di Parque Villa Lobos, Sao Paulo, matahari belum benar-benar condong ke barat ketika Janice Tjen berjalan ke lapangan. Ia membawa harapan khas seorang pendatang baru di panggung besar. Final WTA 250, bagi petenis Indonesia ini, adalah sesuatu yang dulu hanya terasa sebatas layar televisi, kini nyata di hadapannya.

Foto/tennisnow.com

Foto/tennisnow.com

Di seberang net, berdiri Tiantsoa Rakotomanga Rajaonah. Nama yang mungkin asing bagi penonton awam, tapi hari itu justru menjadi palung dalam yang menelan mimpi Janice. Dalam 1 jam 30 menit, skor 3-6, 4-6 menutup jalan juara.

Namun, cerita tak pernah sesederhana angka di papan skor.

Sejak awal set pertama, Janice seperti hendak menulis takdirnya sendiri. Sembilan kali ia membuka peluang break point, sembilan kali pula dipatahkan lawan. Ketika bola lob tipis dari raket Rajaonah mendarat tepat di garis baseline, momen yang membuat tribun bergemuruh, kita tahu, duel itu bukan sekadar soal pukulan, melainkan juga keberanian di detik-detik rapuh.

Rakotomanga, 19 tahun, datang ke final ini sebagai underdog. Bahkan di babak pertama ia nyaris pulang lebih cepat, tertinggal 0-5 di set penentuan melawan Ana Sofia Sanchez, sebelum merangkak balik dan memenangkan laga lewat tiebreak. Sejak itu, ia tak kehilangan satu set pun. “Saya bahkan tak percaya bisa juara di sini,” katanya, hampir tanpa kata-kata saat lagu Girl on Fire mengalun di penghujung upacara.

BACA JUGA: Final Bersejarah Sao Paulo WTA 2025: Janice Tjen Akan Tantang Rakotomanga Rajaonah, Indonesia Kembali ke Panggung Dunia

Bagi Janice, perjalanan ke Sao Paulo bukan hanya tentang kalah atau menang. Peringkat 130 dunia, tertinggi sepanjang kariernya, menjadi penanda bahwa ia sedang mendaki, dengan napas panjang. Dari Lexington hingga Landisville, dari Goyang sampai Taipei, ia sudah menjejak podium.

Enam gelar ia bawa pulang sepanjang musim 2025: W35 Goyang, W35 Andong, Maanshan, W35 Luzhou, W50 Taizhou, hingga W35 Taipei. Tiga kali pula ia harus puas menjadi runner-up. Catatan 63 kemenangan dan hanya 11 kekalahan musim ini bercerita tentang konsistensi yang tak mudah dilawan.

Brasil hanyalah panggung lain, tapi berbeda. Inilah WTA 250, panggung dengan sorot lampu yang lebih terang, kamera yang lebih dekat, dan tekanan yang lebih dahsyat.

Di kursi pemain, Janice sempat menutup wajah dengan handuk putih. Mungkin ia mengingat semifinal sehari sebelumnya, ketika ia menyingkirkan Francesca Jones, peringkat 85 dunia, lewat skor 7-6(0), 6-3.

Di Indonesia, kemenangan Janice sudah cukup membuat banyak orang menoleh. Seorang petenis muda menembus final WTA? Itu bukan peristiwa yang lahir setiap musim.

Dan meski sore itu trofi jatuh ke tangan lawan, ada sesuatu yang lebih besar yang ia bawa pulang: legitimasi. Bahwa seorang petenis Indonesia bisa berdiri di final WTA, meski hanya sebentar, adalah pengingat bahwa olahraga ini tak melulu milik Amerika atau Eropa.

Kadang, sebuah kekalahan adalah perkenalan. Dunia tenis kini mengenal nama Tiantsoa Rakotomanga Rajaonah, dan, dengan cara yang berbeda, juga mulai belajar mengingat nama Janice Tjen.

Brasil menjadi saksi, bagaimana garis tipis antara mimpi dan kenyataan dilalui dengan keringat, keberanian, dan sebuah skor yang tak pernah bisa dihapus: 3-6, 4-6. (**)

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!