Surat Terbuka Seorang Anak Tani kepada Presiden: Janji Bonus Emas PON yang Tak Kunjung Dibayar
Ludus01

“Kejujuran adalah mata uang paling mahal dalam perjuangan. Ia tak bisa dibeli, tapi bisa dicuri oleh janji yang tak ditepati.”

Foto/Dokpri
Pada 12 September 2024, di tengah riuh Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh–Sumut, Yulianto berdiri gagah di atas matras GOR KONI Banda Aceh. Dalam cabang hapkido nomor daeryun <54 kg, ia mengalahkan lawan terakhirnya dan mempersembahkan emas pertama bagi Aceh dari cabang itu. Ia tersenyum lelah, menengadah pada langit Aceh yang begitu terang hari itu, yakin bahwa perjuangannya akan segera diganjar oleh banyak kebahagiaan yang akan diraihnya. Saat itu, berbagai pihak menyampaikan janji, bonus Rp500 juta dari Pemerintah Aceh, peluang menjadi aparatur negara, dan beasiswa pendidikan, sebagaimana yang dijanjikan KONI Aceh dan Pemprov jika Aceh finis di posisi 10 besar. Dan benar, Aceh menutup perhelatan di peringkat 6.

Tapi waktu berlalu. Januari lewat, Maret penuh tanya, hingga Juli pun datang tanpa kejelasan. Bonus yang dijanjikan tak juga turun. Pemerintah Aceh menyebut pengesahan APBA Perubahan 2025 sebagai syarat pencairan. Plt Sekda, Pj Gubernur, dan Dispora Aceh menyatakan “segera”, “masih dalam proses”, atau “menunggu DPR Aceh”. Namun hingga kini, tak satu pun memastikan tanggal.
Di tengah ketidakpastian ini, suara para atlet semakin pelan. Tapi Yulianto justru bersuara. Ia mewakili rekan-rekannya. Ia bukan siapa-siapa di mata kekuasaan, hanya anak buruh tani dari Aceh Singkil. Ayahnya, Agus Purnomo, bekerja di ladang. Ibunya, Mujirah, ibu rumah tangga. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara yang meniti hidup dari jerih payah dan pendidikan.

Yulianto, atau Anto, begitu ia dipanggil, bukan atlet instan. Ia meraih Magister Kimia dari Universitas Syiah Kuala, sambil mengejar mimpi di matras. Ia mengoleksi medali demi medali: perunggu Kejurnas 2018, emas dan perunggu 2019, perak PON Papua, perunggu Kejurnas Padang 2022, emas Asian Hapkido Championship Hong Kong 2024, dan emas PON XXI.
Namun emas itu tak pernah jadi bekal hidup. Saat ini, di usia 30 tahun, Anto menghadapi tembok yang lebih tinggi dari lawan mana pun di matras: usia yang menutup peluang jadi abdi negara, ijazah yang tidak segera membuka pintu kerja, dan realitas ekonomi yang membuatnya bekerja sebagai pelayan restoran, lalu tukang parkir, dengan gelar S2 tetap ia jalani karena hidup tak bisa menunggu formalitas.
Sekarang, ia pengangguran. Ia berutang pada saudara dan pelatih untuk bertahan hidup, sambil terus berlatih menghadapi event daerah berikutnya seperti Pekan Olahraga Rakyat Aceh (PORA).
Dalam setiap pertarungan, Anto mengaku selalu mengingat orang tuanya, kampung halamannya, dan cita-cita membahagiakan keluarga. Ia pernah bermimpi mengangkat ayah ibunya ke tanah suci. Ia pernah bercita-cita jadi TNI. Ia ingin sukses, bukan hanya sebagai atlet, tapi juga sebagai manusia yang berguna di masyarakat.
Bagi Anto, kemenangan adalah ketika seseorang melewati rintangan dan tetap berdiri. Perjuangan adalah kerja keras yang tak terlihat. Dan sukses, adalah saat ia bisa membawa orang tuanya ke tanah suci, atau sekadar membantu ekonomi keluarga dari hasil keringat sendiri.

Maka, hari ini, Sabtu (5/7/25), ia menulis surat terbuka. Mengirimkan khusus melalui LUDUS.ID. Dengan bahasa yang mungkin sederhana, tapi tulus dan jujur. Ditujukan bukan kepada KONI atau Pemprov Aceh, melainkan kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Bukan karena Presiden yang menjanjikan, tetapi karena sebagai kepala negara, suara dan harapan terakhir ada padanya.
Dalam surat itu, Anto tidak menyalahkan siapa pun. Ia menulis dengan kata-kata sendiri. Ia hanya menuntut: agar janji KONI dan Pemprov Aceh ditepati. Agar bonus segera dicairkan. Agar transparansi dan keadilan dikembalikan kepada atlet. Ia meminta agar negara tidak tinggal diam. Ia menuntut perlindungan bagi para atlet yang menyuarakan haknya. Karena bagi Yulianto, ini bukan sekadar soal uang. Ini soal martabat. Ini soal janji yang menghidupi harapan banyak orang.
Berikut isi lengkap surat terbukanya:

Kepada: Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto
Dari: Yulianto, Atlet Hapkido Peraih Medali Emas PON XXI Aceh–Sumut
Lokasi: Banda Aceh, Aceh
Tanggal: 5 Juli 2025
Perihal: Permohonan Segera atas Pencairan Bonus Atlet PON XXI Aceh
Bapak Presiden yang saya hormati,
Perkenalkan, saya Yulianto, seorang anak bangsa yang menaruh seluruh harapan hidupnya pada dunia olahraga. Saya adalah lulusan S2 Kimia dan atlet hapkido, peraih medali emas PON XXI Aceh–Sumut pada September 2024. Hari ini, dengan hati yang berat, saya menulis surat ini, bukan untuk mengeluh, tetapi untuk mengetuk nurani.
Sudah sepuluh bulan berlalu sejak saya berdiri di podium juara, membawa nama daerah dan bangsa dengan bangga. Tapi janji yang dulu dilantunkan dengan semangat, bonus sebesar Rp500 juta, kesempatan menjadi abdi negara, bantuan pendidikan, masih tinggal janji. Aceh, provinsi tempat saya berjuang, berhasil masuk 6 besar perolehan medali, jauh melebihi syarat 10 besar yang disebutkan. Maka izinkan saya bertanya: di mana keadilan itu kini bersembunyi?

Bapak Presiden, sekarang saya menganggur, setelah saya menjadi tukang parkir. Dengan ijazah saya yang S2, saya tidak malu dan terjebak dalam jeratan gelar saya. Sehingga saya memutuskan untuk bekerja apa adanya, sembari saya mencari lowongan yang lebih baik. Ingin rasanya saya mewujudkan cita-cita saya sebagai anggota bela negara (TNI/Polri).
Usia saya sudah 30 tahun. Saya sadar, saya tak lagi muda untuk mendaftar menjadi anggota TNI atau Polri, seperti yang dulu dijanjikan. Tapi saya belum kehilangan semangat untuk terus berkontribusi bagi bangsa ini. Setiap hari saya berlatih dan mencari kerja, berpindah-pindah dari satu harapan ke harapan lain. Pernah saya jadi pelayan restoran, lalu tukang parkir. Tak pernah saya malu, karena hidup harus terus berjalan. Dengan ijazah S2 di tangan, saya tetap menerima apa pun pekerjaan yang datang, karena saya tahu, gelar tak bisa menggantikan sebutir nasi di meja makan.
Namun sampai kapan?
Saya pernah berpikir, bahwa negara akan hadir, bahwa peluh kami di arena pertandingan akan dibalas dengan penghargaan yang layak. Tapi kenyataannya, kami hanya mendengar janji demi janji, dari Maret hingga Juli, dari pejabat ke pejabat, yang berakhir pada satu kata: “tunggu.”
Saya menunggu, Pak. Kami menunggu. Sambil berutang ke saudara, ke teman, ke pelatih. Sambil mengajukan lamaran ke mana-mana, yang tak kunjung berbalas karena kami dianggap terlalu tua dan tak punya pengalaman kerja. Kami adalah atlet, Bapak. Pengalaman kami adalah di matras, di ring, di gelanggang. Tapi rupanya, itu belum cukup di mata dunia kerja.
Saya tidak sedang menghitung angka. Saya sedang menggenggam sisa keyakinan bahwa negara tidak akan membiarkan para atletnya terlantar setelah menang. Bonus ini bukan semata-mata uang. Ia adalah bentuk pengakuan, penguat harapan, penyambung hidup, dan jembatan masa depan.
Saya mohon, Bapak Presiden. Atas nama saya, dan banyak atlet lain yang kini senasib, izinkan saya menyampaikan empat permintaan:
- Mohon Bapak segera menginstruksikan Menteri Pemuda dan Olahraga, Gubernur Aceh, Kementerian Keuangan, dan semua pihak terkait untuk mempercepat pencairan bonus dari APBA Perubahan Aceh, paling lambat awal Agustus 2025.
- Mohon agar negara hadir untuk membantu kebutuhan mendesak para atlet, termasuk yang kini terlilit utang atau menjalani pengobatan.
- Mohon adanya transparansi: umumkan daftar atlet dan jumlah bonus yang telah maupun belum dibayarkan.
- Mohon lindungi suara para atlet yang menyampaikan aspirasi dengan jujur, jangan biarkan mereka dibungkam oleh tekanan atau intimidasi.

Bapak Presiden, ini bukan soal anggaran semata, tetapi tentang menjaga kepercayaan negara terhadap mereka yang memperjuangkan nama Indonesia di ajang nasional. Keputusan dan tindakan Bapak akan menjadi penegas bahwa jika negara mendengar dan menghargai, maka negara akan hadir dengan bukti nyata.
Atas perhatian dan tindak lanjut cepat Bapak, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT memberi kelancaran dan keberkahan bagi kita semua.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Olahraga dan Pengabdian Bangsa,

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!