Timnas Renang Prancis Latihan di GBK: Kenangan Wisnu Wardhana, Leon Marchand dan Harapan Baru Renang Indonesia

Ludus01

LUDUS - Di kolam yang dulu hanya milik para atlet nasional, kini airnya digerakkan oleh juara dunia. Leon Marchand, peraih empat emas Olimpiade Paris 2024, bersama Timnas Renang Prancis memilih Aquatic Stadium Gelora Bung Karno, Jakarta, sebagai lokasi latihan. Bagi Wisnu Wardhana, mantan perenang nasional yang pernah berbagi almamater dengan Marchand, momen ini bukan sekadar aklimatisasi, melainkan nostalgia dan harapan baru bagi renang Indonesia. Wisnu Ia menyambut masa lalunya sendiri, dalam wujud seorang pemuda Prancis bernama Leon Marchand.

Foto/olympic.com

Foto/olympic.com

Leon bukan nama sembarangan. Ia peraih empat medali emas Olimpiade Paris 2024: 200 meter gaya dada, 200 meter gaya kupu-kupu, 200 meter dan 400 meter individual medley. Usianya baru 23 tahun, tetapi ia sudah menjadi poros dunia renang modern. Marchand dan timnya memilih Jakarta sebagai rumah latihan sementara. Pilihan yang tak hanya strategis, tapi juga menyentuh secara personal, setidaknya bagi Wisnu.

“Ya, pastinya akan sama seperti ketika gue latihan bareng Matt Biondi atau Jason Lezak dulu,” ujar Wisnu, setengah tak percaya waktu membawanya kembali ke jejak-jejak lamanya. Marchand adalah juniornya di Arizona State University, tempat keduanya pernah mengenyam ilmu dan berenang di kolam yang sama, meski beda zaman. Kini, mereka kembali bertemu. Di Jakarta. Di kolam yang sama.

“Melihat Leon latihan di sini seperti melihat versi termutakhir dari mimpi yang dulu pernah saya kejar. Hanya sekarang, saya yang menyaksikan, bukan lagi berlomba.”
Wisnu Wardhana bersama Wirmandi Sugriat, Albert C Sutando dn Richard Sambera ketika meraih medali emas 4x100 meter nomor estafet SEA Games Singapura 1993. Foto/Dokpri

Wisnu Wardhana bersama Wirmandi Sugriat, Albert C Sutando dn Richard Sambera ketika meraih medali emas 4x100 meter nomor estafet SEA Games Singapura 1993. Foto/Dokpri

Nama Wisnu Wardhana memang tak bisa dilepaskan dari sejarah renang Indonesia. Lahir di Jakarta, 21 Januari 1975, Wisnu adalah bagian dari generasi emas akuatik nasional. Ia mengukir prestasi sejak belia, juara nasional kelompok umur sejak 1984 hingga 1991, lalu tampil gemilang di SEA Games 1993 dengan meraih empat emas, dua perak, dan satu perunggu, dan mewakili Indonesia di Asian Games 1994. Ia juga mencetak prestasi di level dunia lewat podium di ajang FINA Grand Prix gaya kupu-kupu.

Namun setelah lembaran medali, Wisnu memilih jalur pendidikan. Ia lulus dari Salem International University di Amerika Serikat dan sempat berkarier sebagai investment banker di Wall Street. Tapi air rupanya tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Ia pulang, mendirikan JAQ Aquatics, dan menjadi pelopor konsep student-athlete di Indonesia, bahwa atlet bisa berprestasi tanpa mengorbankan sekolah.

Kini, sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Akuatik Indonesia dan Komite Eksekutif Komite Olimpiade Indonesia, Wisnu tak lagi berenang untuk mencetak waktu tercepat. Ia berenang dalam sistem: membina, membangun, dan membuka jalan bagi generasi berikutnya.

Bagi Wisnu, kehadiran Marchand di Jakarta bukan hanya momentum nostalgia pribadi, tetapi juga validasi global. Ia seperti penanda bahwa kolam-kolam Indonesia telah sah masuk dalam peta ekosistem renang dunia. Aquatic Stadium GBK kini bukan hanya milik Indonesia, tetapi milik dunia yang kebetulan mampir di Jakarta.

"Kehadiran Leon Marchand, juara dunia dan peraih medali emas Olimpiade, di GBK Akuatik Center Jakarta menjadi sumber inspirasi luar biasa bagi komunitas renang Indonesia. Melihat langsung seorang atlet kelas dunia berlatih di kolam yang sama membangkitkan semangat dan mimpi para perenang muda tanah air untuk terus berjuang meraih prestasi tertinggi. Momen ini bukan hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga penanda bahwa Indonesia semakin diakui sebagai bagian dari ekosistem olahraga akuatik global."

Dalam sepuluh hari ke depan, kolam itu menjadi tempat bernafas bagi 29 perenang terbaik Prancis. Denis Auguin, Direktur Teknik FFN (Federation Française de Natation), menyebut fasilitas ini “sempurna”. Ada kolam 50 meter, wet room, area renang artistik, dan loncat indah, semua dalam satu kompleks, satu atap, satu tarikan napas.

“Tidak mudah menemukan fasilitas seperti ini bahkan di Eropa. Tidak ada kekurangan, semuanya sempurna sesuai yang kami butuhkan,” kata Auguin.

Bahkan Leon Marchand sendiri menyebut kolam di GBK lebih baik dari fasilitas yang biasa ia gunakan di Prancis. "Kolamnya luar biasa. Kami melakukan persiapan dengan sangat baik di sini," ujarnya. Ia pun menyampaikan pesan sederhana namun dalam untuk para perenang muda Indonesia: “Cintai yang kamu lakukan, percaya proses, tidak ada yang instan. Tetap sekolah dan terus berlatih.”

Bagi Wisnu, kalimat itu adalah gema dari prinsip hidupnya sendiri.

Momen ini pun dimaknai lebih luas oleh Komite Olimpiade Indonesia. Josephine Tampubolon, sesama eksekutif NOC, mengungkap bahwa Prancis bahkan menawarkan kolaborasi jangka panjang: pertukaran pelatih dan atlet, serta kemungkinan kerja sama sistem pembinaan.

“Presiden kami, Okto (Raja Sapta Oktohari), sudah menjalin relasi sangat baik dengan David Lappartient dari CNOSF. Setelah equestrian, mungkin akuatik akan jadi proyek berikutnya.”

Sementara itu, Laurent Legodec, Charge d’Affaires Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, menambahkan bahwa kehadiran Timnas Prancis adalah bagian dari perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Prancis. “Pilihan ini menjadi bukti kualitas infrastruktur olahraga di sini. Kami berdiskusi dengan tim dan mereka menyampaikan bahwa fasilitas di Jakarta sangat baik, bertaraf internasional,” katanya.

Dan di tengah semua itu, Wisnu, yang dulu berlatih di kolam itu, yang pernah melaju cepat sambil menyimpan rindu untuk bangsanya, kini berdiri tak jauh dari garis finis. Tapi ia tak sedang menyelesaikan lomba. Ia sedang menyaksikan. Menyambut. Memandu. Dan mungkin, mengantar lahirnya Marchand-Marchand muda dari Indonesia.

Bagi Wisnu Wardhana, kehadiran tim renang Prancis dan sosok sekelas Leon Marchand di kolam GBK adalah pengingat sekaligus pengakuan. Ia percaya bahwa Indonesia sejatinya memiliki potensi besar untuk melahirkan atlet-atlet kelas dunia, sebagaimana dulu ada nama-nama seperti Richard Sam Bera, Akbar Nasution, dan sederet perenang yang pernah mewakili merah putih di pentas Olimpiade. Kini, dengan fasilitas yang telah diakui bertaraf internasional, pekerjaan rumahnya adalah bagaimana sistem pembinaan bisa mengantar para atlet muda kita bersaing di panggung global, bukan sekadar menjadi tuan rumah latihan.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!