
Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi ludus.id

Puluhan arloji tidak ada apa-apanya
dibanding langkah-langkah masa kecil di gang sempit,
dibanding kiper dengan sarung tangan dari sendal jepit,
dibanding teriakan Bapak di depan televisi usang,
dibanding pelukan asing yang terasa akrab, karena pemain Timnas tendang bola masuk ke gawang
Berapa sih Rolex dikalikan jumlah pemain?
Berapa itu dibanding jika
mimpi ratusan jiwa terwujud nyata,
Timnas bisa masuk Piala Dunia?
Bukan berapa harga jam,
tetapi berapa anak yang mulai berani bermimpi?
Berapa suku, agama, dan logat yang rela menyatu
ke dalam gemuruh nyanyian lagu nasional?
Berapa UMKM yang bergairah?
Berapa tempat untuk warga bisa menonton bersama?
Maaf juga,
jika sepak bola terasa berbeda dari yang lain
karena ini bagian dari kita sejak dulu,
sejak kecil
Kita kenal bola sebelum kita tahu angka-angka
Dulu kita tahunya bola plastik, bukan politik
Kita masih ingat aroma lapangan tanah,
atau tajam rumput lapangan yang ada durinya
Dulu kita bangga dengan jersey palsu yang dibeli dari pasar malam
Dulu kita menangis meminta Ibu agar dibelikan sepatu yang pul enam
Itu semua bukan sekadar kenangan
Itu bagian dari siapa kita
Siapa kita?
Di negeri ini sepak bola bukan semata cabang
tapi ritual
Bola hidup di warung kopi
Di obrolan angkot
Di mural jalan
Di konten-konten yang kadang terlalu marah
tapi sebetulnya sayang
Saat Timnas main, semua orang berhenti sebentar jadi siapa-siapa
Cuma jadi satu: Jadi pendukung setia
Memang sepak bola di Indonesia
bukan hanya olahraga—
ia adalah cerita masa kecil kita,
bagian dari budaya kita,
dan denyut dari masyarakat kita yang ternyata
tak pernah berhenti berharap
Sepak bola membentuk cara kita bermimpi
Menyatukan kita, bahkan di saat kita nyaris tak punya alasan lagi
untuk satu suara
Satu Indonesia
——
We love you, @timnasindonesia
Penulis: Zarry Hendrik, Penulis/Pujangga dan Founder @kapitulis.id
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!